Akibat letusan gunung merapi para warga disekitar harus mengungsi dari rumahnya. Jumlah warga yang harus mengungsi dari rumahnya sudah hampir mencapai 200.000 jiwa. Mereka untuk sementara harus tinggal di tempat yang sangat terbatas fasilitasnya.
Angka 200.000 jiwa jelas bukan angka yang kecil. Kalau saja setiap orang sekali makan membutuhkan 50 gram beras, maka satu hari dibutuhkan sekitar 30 ton beras untuk makannya para pengungsi. Belum kita bicara soal lauk pauknya.
Selain pangan, para pengungsi membutuhkan pakaian untuk berganti. Mereka butuh selimut ketika malam menjelang agar tidak kedinginan. Mereka membutuhkan juga kamar mandi untuk membersihkan diri.
Ini semua menuntut penanganan yang tidak ringan. Bahkan tidak salah apabila kita katakan membutuhkan kerja besar. Membutuhkan sebuah organisasi yang profesional, karena yang harus ditangani adalah manusia yang hidup.
Kita tidak bisa tahu akan berapa lama musibah ini akan berlangsung. Ketika kita berada dalam sebuah penderitaan yang sangat berat, sepuluh hari rasanya sudah begitu lama. Energi yang harus tersita untuk penanganan bencana ini sungguh luar biasa besarnya.
Tantangan yang harus dihadapi tidak hanya sekadar letusan lanjutan yang masih akan terjadi. Debu vulkanik yang dilepaskan dari perut Gunung Merapi sepertinya juga tidak berhenti. Belum lagi lahar panas yang terus dikeluarkan dan itu membentuk sedimentasi yang sangat besar volumenya.
Ancaman lebih lanjut yang harus diantisipasi adalah ketika hujan kelak datang. Sedimentasi yang tertimbun di atas gunung akan terbawa turun ke bawah dan ini akan menjadi kekuatan yang juga bisa mengancam jiwa masyarakat banyak.
Letusan Gunung Merapi yang terus terjadi tidak hanya mengancam kehidupan mereka yang tinggal di sekitar kaki gunung. Dampak dari bencana mulai dirasakan oleh masyarakat yang lebih luas. Kegiatan ekonomi di Yogyakarta misalnya, menurun tajam akibat kondisi alam yang sangat tidak bersahabat.
Sekarang ini orang pasti akan menghindar untuk datang ke kota-kota di sekitar Gunung Merapi. Kalau tidak ada hal yang terlalu penting, pasti orang akan menunda kunjungannya ke kota-kota itu. Akibatnya, hotel-hotel untuk sementara waktu pasti akan sepi oleh tamu. Para pedagang makanan otomatis akan juga tidak banyak kedatangan pelanggannya. Demikian pula para pedagang cindera mata untuk sementara sepi pengunjung.
Debu vulkanik yang dilepaskan ke udara, dilaporkan sudah menyebar jauh keluar Yogyakarta. Bahkan dilaporkan debu terbawa angin sampai jauh ke Bogor. Ini tentunya bisa mengancam keselamatan penerbangan, karena debu-debu itu bisa merusak mesin pesawat terbang.
Pengalaman ketika Gunung Galunggung melepaskan debu vulkanik yang begitu besar, sempat membuat pesawat British Airways mendarat darurat di Jakarta karena kerusakan mesin akibat kemasukan abu Gunung Galunggung. Karena itu ketika terjadi letusan Gunung Merapi di Eslandia, seluruh penerbangan dari dan menuju Eropa dihentikan untuk beberapa lama.
Hari Sabtu ini kita mendengar kabar bahwa penerbangan dari Singapura dan Hongkong menuju Jakarta untuk sementara dihentikan. Maskapai penerbangan seperti Singapore Airlines dan Cathay Pacific tidak mau mengambil risiko akan terjadinya bahaya yang fatal.
Semua persoalan ini sengaja kita angkat untuk mengajak kita tidak menganggap enteng persoalan yang sedang dihadapi. Letusan Gunung Merapi dan juga bencana tsunami di Kepulauan Mentawai merupakan musibah yang harus dihadapi dengan penuh keseriusan dan sungguh-sungguh ditangani.
Kita masih tidak habis mengerti apabila pemerintah masih menganggap bencana Gunung Merapi sebagai bencana daerah. Ketika dampaknya sudah jauh ke mana-mana, pemerintah masih menganggap bencana ini sebagai bencana berskala lokal.
Semoga penetapan Ketua Badan Penanggulangan Bencana Nasional Syamsul Maarif sebagai koordinator penanganan bencana membuat kualitas penanganannya menjadi kualitas nasional. Kaca mata yang harus dipergunakan jangan hanya kaca mata yang miopik, sekadar melihat mereka yang terkena dampak langsung letusan, tetapi juga mereka yang kini mulai merasakan dampak tidak langsung dari letusan Gunung Merapi itu.
Angka 200.000 jiwa jelas bukan angka yang kecil. Kalau saja setiap orang sekali makan membutuhkan 50 gram beras, maka satu hari dibutuhkan sekitar 30 ton beras untuk makannya para pengungsi. Belum kita bicara soal lauk pauknya.
Selain pangan, para pengungsi membutuhkan pakaian untuk berganti. Mereka butuh selimut ketika malam menjelang agar tidak kedinginan. Mereka membutuhkan juga kamar mandi untuk membersihkan diri.
Ini semua menuntut penanganan yang tidak ringan. Bahkan tidak salah apabila kita katakan membutuhkan kerja besar. Membutuhkan sebuah organisasi yang profesional, karena yang harus ditangani adalah manusia yang hidup.
Kita tidak bisa tahu akan berapa lama musibah ini akan berlangsung. Ketika kita berada dalam sebuah penderitaan yang sangat berat, sepuluh hari rasanya sudah begitu lama. Energi yang harus tersita untuk penanganan bencana ini sungguh luar biasa besarnya.
Tantangan yang harus dihadapi tidak hanya sekadar letusan lanjutan yang masih akan terjadi. Debu vulkanik yang dilepaskan dari perut Gunung Merapi sepertinya juga tidak berhenti. Belum lagi lahar panas yang terus dikeluarkan dan itu membentuk sedimentasi yang sangat besar volumenya.
Ancaman lebih lanjut yang harus diantisipasi adalah ketika hujan kelak datang. Sedimentasi yang tertimbun di atas gunung akan terbawa turun ke bawah dan ini akan menjadi kekuatan yang juga bisa mengancam jiwa masyarakat banyak.
Letusan Gunung Merapi yang terus terjadi tidak hanya mengancam kehidupan mereka yang tinggal di sekitar kaki gunung. Dampak dari bencana mulai dirasakan oleh masyarakat yang lebih luas. Kegiatan ekonomi di Yogyakarta misalnya, menurun tajam akibat kondisi alam yang sangat tidak bersahabat.
Sekarang ini orang pasti akan menghindar untuk datang ke kota-kota di sekitar Gunung Merapi. Kalau tidak ada hal yang terlalu penting, pasti orang akan menunda kunjungannya ke kota-kota itu. Akibatnya, hotel-hotel untuk sementara waktu pasti akan sepi oleh tamu. Para pedagang makanan otomatis akan juga tidak banyak kedatangan pelanggannya. Demikian pula para pedagang cindera mata untuk sementara sepi pengunjung.
Debu vulkanik yang dilepaskan ke udara, dilaporkan sudah menyebar jauh keluar Yogyakarta. Bahkan dilaporkan debu terbawa angin sampai jauh ke Bogor. Ini tentunya bisa mengancam keselamatan penerbangan, karena debu-debu itu bisa merusak mesin pesawat terbang.
Pengalaman ketika Gunung Galunggung melepaskan debu vulkanik yang begitu besar, sempat membuat pesawat British Airways mendarat darurat di Jakarta karena kerusakan mesin akibat kemasukan abu Gunung Galunggung. Karena itu ketika terjadi letusan Gunung Merapi di Eslandia, seluruh penerbangan dari dan menuju Eropa dihentikan untuk beberapa lama.
Hari Sabtu ini kita mendengar kabar bahwa penerbangan dari Singapura dan Hongkong menuju Jakarta untuk sementara dihentikan. Maskapai penerbangan seperti Singapore Airlines dan Cathay Pacific tidak mau mengambil risiko akan terjadinya bahaya yang fatal.
Semua persoalan ini sengaja kita angkat untuk mengajak kita tidak menganggap enteng persoalan yang sedang dihadapi. Letusan Gunung Merapi dan juga bencana tsunami di Kepulauan Mentawai merupakan musibah yang harus dihadapi dengan penuh keseriusan dan sungguh-sungguh ditangani.
Kita masih tidak habis mengerti apabila pemerintah masih menganggap bencana Gunung Merapi sebagai bencana daerah. Ketika dampaknya sudah jauh ke mana-mana, pemerintah masih menganggap bencana ini sebagai bencana berskala lokal.
Semoga penetapan Ketua Badan Penanggulangan Bencana Nasional Syamsul Maarif sebagai koordinator penanganan bencana membuat kualitas penanganannya menjadi kualitas nasional. Kaca mata yang harus dipergunakan jangan hanya kaca mata yang miopik, sekadar melihat mereka yang terkena dampak langsung letusan, tetapi juga mereka yang kini mulai merasakan dampak tidak langsung dari letusan Gunung Merapi itu.
Sumber : http://metrotvnews.com/read/tajuk/2010/11/06/571/Dahsyat-Dampak-Letusan-Gunung-Merapi/tajuk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar