Kamis, 15 Maret 2012

Adverb Clause

Adverbial Clause adalah Clause (anak kalimat) yang berfungsi sebagai Adverb, yaknimenerangkan katakerja.Adverbial Clause biasanya diklasifikasikan berdasarkan "arti/maksud" dari Conjunction(kata penghubung yang mendahuluinya).Jenis-jenis Adverbial Clause antara lain:
1. Clause of Time
Clause yang menunjukkan waktu. Biasanya dibuat dengan menggunakan conjunction(kata penghubung) seperti after, before, no sooner, while, as, dll.Contoh:Shut the door before you go out.You may begin when(ever) you are ready.While he was walking home, he saw an accident.By the time I arrive, Alex will have left. No sooner had she entered than he gave an order.
2. Clause of Place
Clause yang menunjukkan tempat. Biasanya dibuat dengan menggunakan conjunctionseperti where, nowhere, anywhere, wherever, dll.Contoh:They sat down wherever they could find empty seatsThe guard stood where he was positioned.Where there is a will, there is a way.Where there is poverty, there we find discontent and unrest.Go where you like.
3. Clause of Contrast (or Concession)
Clause yang menunjukkan adanya pertentangan antara dua kejadian atau peristiwa yangsaling berhubungan. Biasanya dibuat dengan menggunakan conjunction (kata penghubung) seperti although, though, even though, whereas, even if, in spite of, as thetime, dll.Contoh:As the time you were sleeping, we were working hard.Mary wanted to stop, whereas I wanted to go on.Although it is late, we’ll stay a little longer.He is very friendly, even if he is a clever student.

4. Clause of Manner
Clause yang menunjukkan cars bagaimana suatu pekerjaan dilakukan atau peristiwaterjadi. Biasanya dibuat dengan menggunakan conjunction (kata penghubung) seperti as,how, like, in that, dll.Contoh:He did as I told him.You may finish it how you like.They may beat us again, like they did in 1978.
5. Clause of Purpose and Result
Clause yang menunjukkan hubungan maksud/tujuan dan hasil. Biasanya dibuat denganmenggunakan kata penghubung seperti (in order) that, so that, in the hope that, to the endthat, lest, in case, dll.Contoh:They went to the movie early (in order) to find the best seats.She bought a book so (that) she could learn EnglishHe is saving his money so that he may take a long vacation.I am working night and day in the hope that I can finish this book soon.
6. Clause of Cause and Effect
Clause yang menunjukkan hubungan sebab dan akibat. Ada beberapa pola membentuk Clause jenis ini. Perhatikan baik-baik.Contoh:Ryan ran so fast that he broke the previous speed record.It was so cold yesterday that I didn't want to swim.The soup tastes so good that everyone will ask for more.The student had behaved so badly that he was dismissed from the class.Contoh:The Smiths had so many children that they formed their own baseball team.I had so few job offers that it wasn't difficult to select one.Contoh:He has invested so much money in the project that he cannot abandon it now.The grass received so little water that it turned brown in the heat.Contoh:It was such a hot day that we decided to stay indoors. ATAU It was so hot a day that wedecided to stay indoors.It was such an interesting book that he couldn't put it down. ATAU It was so interesting a book that he couldn't put it down.

Contoh:She has such exceptional abilities that everyone is jealous of her.They are such beautiful pictures that everybody will want one.Perry has had such bad luck that he's decided not to gamble.This is such difficult homework that I will never finish it.Di samping itu, untuk mengungkapkan hubungan cause and effect (sebab dan akibat)dapat digunakan pola lain, yaitu:1. Menggunakan Preposition (kata depan) seperti because of, due to, due to the factthat, dllContoh:Because of the cold weather, we stayed home. (=We stayed home because of the coldweather)Due to the cold weather, we stayed home. (=We stayed home due to the cold weather)Due to the fact that the weather was cold, we stayed home. (=We stayed home due to thefact that the weather was cold)2. Menggunakan kata penghubung (conjunction) seperti because, since, now, that, as,as long as, inasmuch asContoh:Because he was sleepy, he went to bed.Since he's not interested in classical music, he decided not to go to the concert.As she had nothing in particular to do, she called up a friend and asked her if she wantedto take in a movie.Inasmuch as the two government leaders could not reach an agreement, the possibilitiesfor peace are still remote.3. Menggunakan transition words seperti therefore, consequently.Contoh:Alex failed the test because he didn't study.Alex didn't study. Therefore, he failed the test.Alex didn't study. Consequently, he failed the test.Catatan:Beberapa Adverb Clause dapat diubah menjadi Modifying Phrases dengan cara:1) Menghilangkan subjek dari dependent Clause dan verb (be).Contoh:a. ADVERB CLAUSE : While I was walking to class, I ran into an old friend. b. MODIFYING PHRASE : While walking to class, I ran into an old friend.

Selasa, 06 Maret 2012

Tugas Ekonomi Pembangunan


MASALAH KEMISKINAN

Kemiskinan adalah masalah yang tidak ada habisnya dari generasi ke generasi. Apalagi pascakrisis moneter dan ekonomi yang meningkatkan jumlah penduduk miskin di Indonesia secara cukup drastis. Tulisan ini mencoba membahas masalah kemiskinan secara multidimensi, yang merupakan cara pandang yang digunakan dalam pendekatan pembangunan sosial, yaitu melihat permasalahan dari dimensi mikro, mezzo maupun makro. Disamping itu, artikel ini memberikan alternatif strategi jangka panjang yang dapat digunakan untuk memperbaiki kondisi yang ada melalui perubahan yang dilakukan dimensi tersebut.
Pengertian

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah “negara berkembang” biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang “miskin”.
Beberapa Dimensi Yang Terkait Dengan Kemiskinan
·         Dimensi Makro: Kesenjangan Pembanguna ‘Desa’-‘Kota’.
Kesenjangan pembangunan antara desa dan kota merupakan salah satu faktor penyebab utama terciptanya migrasi desa kota yang tak terkendali, yang sering juga disebut sebagai urbanisasi. Pemusatan pembangunan pada kota besar membuat kota besar semakin menjulang sedangkan daerah pedesaan menjadi terpinggirkan.


·         Dimensi Mezzo: Melemahnya Social Trust dalam Komunitas dan Organisasi.
Social Trust sebagai unsure pengikat suatu interaksi social yang ‘sehat’ dan menjadi bagian utama modal social, memainkan peranan penting dalam suatu upaya pembangunan. Pembangunan sulit dibayangkan akan berjalan mencapai hasil yang optimal bila tidak ada trust antar pelaku pembangunan.
·         Dimensi Mikro: Mentalitas, Materialistik dan Ingin Serba Cepat (Instant)
Dimensi ini menjadi salah satu akar masalah dalam pembangunan deasa ini adalah berkembangnya mentalitas yang materialistik dan mental ingin serba cepat. Perkembangan mentalitas ini pada titik tertentu, menjadi sisi negatif yang akhirnya akan memunculkan mentalitas korup.

Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
·         penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.
·         penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
·         penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar.
·         penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi.
·         penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negera terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.

Langkah-langkah Mengatasi Kemiskinan
Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi kemiskinan diantaranya adalah :
·         Menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran. Karena pengangguran adalah salah satu penyebab terbesar terjadinya kemiskinan di Indonesia.
·         Memberikan subsidi pada kebutuhan pokok manusia, sehingga masyarakat bisa menikmati makanan yang berkualitas. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya angka kesehatan masyarakat di Indonesia.
·         Menghapus korupsi. Sebab, korupsi adalah salah satu penyebab layanan masyarakat tidak berjalan semestinya. Hal inilah yang kemudian menjadikan kehidupan masyarakat tidak bisa menikmati hak mereka sebagai warga Negara yang semestinya.
·         Menggalakan program zakat. Di Indonesia islam adalah agama mayoritas. Dan dalam islam zakat diperkenalkan sebagai media untuk menumbuhkan pemerataan kesejahteraan diantara masyarakat dan mengurangi kesenjangan kaya-miskin. Potensi zakat di Indonesia, ditenggarai sebesar 1 triliun rupiah per tahunnya dan jika bisa dikelola dengan baik akan menjadi potensi besar bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat

KESIMPULAN
Berdasarkan hal diatas, maka penanganan kemiskinan sebaiknya tidak dilepaskan dari program pembangunan secara keseluruhan. Karena yang menjadi akar masalah itu bukanlah kemiskinanan itu sendiri, tetapi kemiskinan merupakan gejala dari adanya kesenjangan pembangunan di berbagai bidang yang terjadi antara kota-kota besar dan daerah asal migrant tersebut.

Selasa, 07 Februari 2012

Lelah

Aku lelah aku sangat lelah
Keadaan ini sedih aku menangis dan lelah
Aku tertawa yang sebenarnya itu tertawa yang bisu karena lelah
Aku tersenyum untuk semangat karena lelah
Aku berdoa untuk menghapus kata lelah
Aku bersabar untuk menghilangkan kata lelah
Aku bercerita pada dinding yang using karena aku lelah
Aku termenung di bawah langit karena aku lelah
Aku berusaha cantik untuk menutupi kata lelah
Aku berlebihan mungkin karena aku lelah
Aku menyayanginya karena aku sudah lelah
Aku mulai membencinya karena aku sudah sangat lelah
Aku tak bisa melangkah karena aku lelah          
Aku yakin aku pasti kuat walau sesungguhnya aku lelah
Aku lelah menangis tersenyum dan tertawa

Kamis, 05 Januari 2012

SEMINAR

Pada tanggal 11 Desember 2011 saya telah mengikuti seminar yang bertemakan "Peran Mahasiswa dalam Pembentukan Masyarakat Islam" di Gedung Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia (UI) Depok



Kumpulan Pantun




Belah ketupat empat persegi
Susun barang sama lebarnya
Ke mana tempat gerangan pergi
Sampai sekarang tiada kabarnya


Buah jati diatas pangkuan
Anak raja pergi ke Serang
Bimbang hati tidak karuan
Teringat dirimu seorang


Buah kenari di kampung orpah
Beli benang di tanah Jawa
Mari kita mengangkat sumpah
Hidup mati kita berdua


Ambil pandan di kampung dewa
Bapak Saonang tinggal di jati
Ibarat badan baru bernyawa
Rasanya senang dalam hati


Burung dara burung merpati
Pohon capa hamper rumahnya
Jangan gusar kecil dihati
Kamu manis siapa yang punya


Kampung baru gedung antara
Potong padi di terang bulan
Hitam manis kita bicara
Supaya jangan jadi sesalan

 
Pergi ke pasar membeli bawal
Beli mangga di kampung bali
Ibarat kamu barang dijual
Sebut harganya biar ku beli


Ikan sepat di dalam karang
Ambil benang di dalam peti
Asal aku dapat kamu seorang
Tentu senang di dalam hati

Selasa, 03 Januari 2012

Fajar Ketika Petang



Terbaring dalam satu kotak kerinduan
Dalam sebuah dimensi yang tak berbentuk apapun
Cahaya terang bersinar dalam setitik kepekaan
Sebuah cerita yang membayangi tak kunjung terbenam
Perkalimat terekam di dalam otak
Tuhan aku tak bisa ketika menatap petang disaat sore
Dan aku juga tak bisa menatap fajar disaat pagi
Aku berpribadi petang ketika fajar dan berpribadi fajar ketika petang
Ini bukan takdir tapi aku sendiri yang menciptakannya
Sampai lelah hidup pun masih seperti ini
Sampai matahari berdiri dalam sebuah petang
Dan sampai matahari duduk dalam sebuah fajar

4 Kumpulan Sajak karya WS Rendra

Serumpun alang-alang gelap, lembut dan nakal.
Gelap dan bergoyang ia
dan ia pun berbunga dosa.
Engkau tetap yang punya
tapi alang-alang tumbuh di dada.
Subagio Sastrowardoyo pernah menulis, dalam bukunya Sosok Pribadi dalam Sajak, bahwa pemujaan tanpa kritik terhadap tokoh-tokoh sastra dan seni di Indonesia terus berlanjut hingga pada tokoh Rendra. Apapun yang dinyatakan Rendra, baik melalui (dalam) sajak maupun teater, dipandang sebagai sesuatu yang menakjubkan.
Hal ini mengakibatkan hilangnya kepekaan (orang (baca: pembaca) terhadap unsur-unsur “membuat sensasi belaka” dan munculnya “pencarian popularitas”, yang justru melemahkan sajak-sajaknya (Rendra) sendiri (Sastrowardoyo, 1980).
Kemudian, dalam buku yang sama, Subagio menganalisis pengaruh Federico Garcia Lorca pada Rendra, khususnya di kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta. Gaya bersajak Rendra, yang begitu memerhatikan gejala lahiriah, yang disajikan dalam puisi-puisinya, sangat berbeda dengan beberapa penyair pendahulu, misalnya, Chairil Anwar dan Sitor Situmorang, yang lebih banyak bergulat di pencarian batiniah.
Hal ini mungkin sekali terjadi karena Rendra juga merupakan figur panggung pertunjukan, yang kemudian menganggap puisi sebagai adegan dramatik yang sedang disajikan untuk penonton. Dalam sudut pandang yang lain, justru di sinilah letak peran Rendra dalam narasi sejarah kesusastraan Indonesia.
Rendra menghadirkan sajak-sajak “baru” yang menekankan gejala lahiriah untuk diamati, diserap, dicerna, dan dimuntahkan secara dramatik. Walaupun, menurut penelusuran Subagio dalam buku tersebut, sajak-sajak Rendra tidaklah sepenuhnya “baru” dan “orisinil”.
Dengan sangat ilmiah dan rinci, Subagio membuktikan betapa besar pengaruh Lorca pada kumpulanBallada Orang-Orang Tercinta. Subagio mengambil cara ucap Rendra, metafora yang dipakai, pencitraan-pencitraan yang sering muncul, judul kumpulan sajak yang dipilih, hingga penyingkatan nama Willibrordus Surendra Broto menjadi WS Rendra (yang sangat ganjil dalam penyingkatan nama di dalam bahasa Jawa), untuk dianalisis faktor-faktor, tokoh, dan karya-karya yang mempengaruhi pembentukannya.
Subagio juga menyatakan bahwa kumpulan puisi Empat Kumpulan Sajak masih merupakan kelanjutan dari balada-balada di Ballada Orang-Orang Tercinta. Hal ini akan sangat kentara jika dilihat dari banyaknya cerita liris pendek, kesamaan banyak citra, dan cara ucap yang dipakai Rendra dalam dua kumpulan puisi tersebut.
Sajak-sajak Rendra dalam Empat Kumpulan Sajak memiliki tema besar: hubungan cinta lelaki dan perempuan. Tema ini sangat kentara dalam dua kumpulan sajak pertama yang berjudul Kakawin Kawindan Malam Stanza. Sedangkan dalam dua kumpulan sajak yang lain, Nyanyian dari Jalanan dan, khususnya, Sajak-Sajak Dua Belas Perak, isi sajak sudah melebar ke tema sosial.
Kakawin Kawin berisi dua sub judul, yaitu Romansa (11 sajak) dan Ke Altar dan Sesudahnya (9 sajak). Dalam Kakawin Kawin, cerita dimulai dengan sebuah Surat Cinta kepada sang kekasih, dan dilanjutkan dengan beberapa serenada warna-warni yang memiliki nuansa rasa yang berbeda.
Citra yang ditampilkan dalam puisi-puisi ini bersifat naturalis. Pencitraan ini sangat khas dipakai oleh banyak penyair untuk memberikan kesan liris romantis. Contohnya saja, beberapa gerak fauna dipakai untuk mengambarkan hubungan dan perasaan; “Dua ekor belibis bercintaan dalam kolam”, “Engkau adalah putri duyung tergolek lemas mengejap-kejapkan matanya yang indah dalam jaringku”, “kupacu kudaku menujumu” (hal. 13-16).
Misalnya lagi, citra tumbuhan dan bulan muncul berulang kali; “alang-alang dan rumputan/bulan mabuk di atasnya”, “pohon jambu di halaman itu/berbuah dengan lebatnya”,” ..di balik semak itu/sedang bulan merah mabuk”, “tujuh pasang mata peri/terpejam di pohonan”, “sebuah pasangan/telah dikawinkan bulan”, “ketika bulan menjenguknya”, dan lain-lain (Hal. 17-22). Citra-citra ini, yang masih banyak lagi jika ditelusuri, tentu saja sangat mempengaruhi atmosfer yang ditangkap oleh pembaca. Salah satunya adalah munculnya kesan pedesaan yang sangat kental pada puisi-puisi Rendra dalam kumpulan sajak ini.
Kemudian, apakah perbedaan puisi-puisi cinta ini dengan yang lain? Seperti pernah dianalisis Subagio Sastrowardoyo, cara ucap Rendra dan penggunaan metafora-metafora yang dramatik dan ganjil-lah yang membuat puisinya menarik perhatian publik (Subagio, 1980).
Puisi-puisi Rendra didominasi kesan heroik dan penuh semangat, bahkan juga dalam hubungan percintaan. Hal lain yang cukup menarik adalah kujujuran dan ketulusan perasaan-perasaan cinta di beberapa puisinya, misalnya di Episode, Surat Kepada Bunda: Tentang Calon Menantunya, Kakawin Kawin, dan Ranjang Bulan Ranjang Pengantin.
Dalam sajak-sajak tersebut, atau yang memiliki kecenderungan seperti itu, tidak ada yang mencoba menipu dengan, misalnya, mengkontraskan teks dengan teks itu sendiri untuk mencipta kejutan. Alur dalam sebuah sajak sangat mudah ditebak, sedangkan secara umum dari keseluruhan teks sajak yang disatukan itu, nada-nada mengalir dengan irama yang pasti: sesudah menulis surat cinta, lelaki (hampir semua puisi tentang cinta dan hubungan pasangan ini diceritakan oleh lelaki) melamar perempuan idamannya, dan menikahlah pasangan itu di gereja yang diberkahi malaikat. Kemudian, pergilah mereka menikmati ranjang, bernyanyi, dan meraba masa depan bersama.
Sajak-sajak dalam rumpun Malam Stanza tidak jauh berbeda dengan yang terdapat di Kakawin Kawin. Namun, secara keseluruhan, subjek-subjek dari tema cinta sudah melebar.
Kalau dalam Kakawin Kawin yang dibicarakan hanya hubungan kekasih, dalam rumpun bab yang berisi dua puluh sembilan sajak ini pembicaraan sudah meluas, misalnya pembicaraan topik hubungan ibu dengan anak (Batu Hitam, Lagu Ibu, Lagu Serdadu, Ibunda, dan Ia Telah Pergi) dan hubungan lelaki dengan dunia luar, yaitu, hubungan yang bukan hanya dengan kekasihnya saja (Lagu Sangsi, Lagu Angin, Malam Jahat, Rumpun Alang-alang, Mata Anjing, dan Remang-Remang).
Sajak tentang bunda juga dihadirkan secara khusus di sub bab Bunda di bawah rumpun Nyanyian Dari Jalanan. Sajak itu menggambarkan kerelaan dan kelapangan seorang bunda melepas putranya mengembara. Hati bunda digambarkan sebagai “tanah yang dibajak dan diinjak”, yang semakin lama semakin parah tetapi juga semakin subur. Hati bunda, lanjut sajak itu, merupakan “belantara yang rela terbuka”. Penggambaran ini sangat menakjubkan dan terlihat tidak klise. Betapa lapangnya hati yang serupa belantara yang rela terbuka, yang nantinya, tentu saja, akan ditanami berbagai tanaman baru yang entah akan berjenis apa. 
Sementara itu, sajak Lagu Sangsi, Lagu Angin, Malam Jahat, Rumpun Alang-alang, Mata Anjing, dan Remang-Remang secara umum bercerita tentang kebimbangan lelaki atas jalan hidupnya yang masih panjang, yang dibayangi warna-warni lampu dunia berupa naluri pengembaraan lelaki ataupun kehadiran wanita lain yang menyilaukan mata dan, seringkali, membelokkan jalan. Puisi yang dengan sangat jelas memberikan gambaran itu adalah Rumpun Alang-Alang. Berikut kutipannya:

Serumpun alang-alang gelap, lembut dan nakal.
Gelap dan bergoyang ia
dan ia pun berbunga dosa.
Engkau tetap yang punya
tapi alang-alang tumbuh di dada.
Penggambaran sosok lelaki beserta motif-motif yang lebih luas juga dimunculkan dalam sub bab Lelaki, yang terdapat di rumpun kumpulan ketiga, Nyanyian dari Jalanan. Di sini, ruang gerak dan kegelisahan lelaki dilebarkan lagi.
Ada yang bercerita tentang perbuatan serong dengan pelacur, yang digambarkan secara apik melalui citra malam dengan “bulan biru” dan “birahi lelaki yang menggelincir.” Selanjutnya, dalam sajak yang lain, Lelaki Sendirian digambarkan sebagai orang yang “hati”nya berupa “hutan” yang sedang “dilanda topan.”
Selain itu, beberapa sajak lain berbicara tentang pengembaraan, kematian, bocah penjaja serabi yang “terpencil nyanyinya”, dan masa tua yang penuh semangat-juang untuk generasi muda bangsa dan yang begitu gembira menyambut saat penyatuannya dengan bumi.
Dengan porsi yang begitu besar untuk mengeksplorasi lelaki dari beberapa bentuk hidup dan mimpi-mimpinya, kumpulan sajak ini memberikan ruang pemahaman psikologis atas lelaki (setidaknya dalam kumpulan sajak ini saja) yang, jika ditelusuri lagi, akan sangat menarik pembahasannya.
Penggambaran hidup perempuan juga hadir dalam kumpulan sajak ini. Selain tersirat dalam beberapa penggambaran yang mengungkap lelaki dan segala kompleksitas pemikirannya, perempuan secara khusus dibicarakan di bawah sub bab Wanita. Ada tiga sajak dalam kumpulan ini.
Sajak pertama, Nyanyian Perempuan di Kali, berbicara tentang perempuan-perempuan yang sedang mencuci baju di Kali Solo, yang coklat airnya di pagi hari. Sajak ini berbicara melalui beberapa narator: “yang maha tahu,” “kali,” dan “perempuan.” Suasana khas pedesaan mendominasi sajak ini dengan citra-citra: “kerbau-kerbau”, “tikar pandan”, dan, tentu saja, adegan perempuan mencucikan baju “kakanda”-nya di sungai di pagi hari.
Perawan Tua adalah sajak kedua. Sesuai dengan judulnya, sajak ini bercerita tentang layunya perempuan yang kulitnya mengerut dan buah dadanya mulai kisut. Keadaan fisik seorang perempuan, dalam sajak ini, digambarkan begitu penting. Keindahan fisik yang memudar seiring umur menghadirkan rasa sepi yang memilukan bagi perempuan yang belum atau tidak memiliki pasangan. Puisi selanjutnya, Aminah, berbicara tentang seorang kembang desa yang tertipu rayuan lelaki kota. Impiannya hancur setelah dijebak dijadikan pelacur. Gadis malang ini digambarkan sedang berjalan di pematang menuju rumahnya di desa. Sambil membayangkan masa depan, ia sudah bulatkan tekat untuk tetap berjalan di kejatuhannya dan berniat akan bangkit.
Lelaki dan perempuan dalam beberapa kumpulan sajak ini, seperti yang sedikit dipaparkan di atas, digambarkan mempunyai dunia yang cenderung berbeda. Lelaki lebih memiliki hasrat berpetualang dan serong, sedangkan perempuan, selain sosok bunda yang selalu dipuji-puji, cenderung menunggu lelaki yang akan mencintai dan dicintainya. Keteguhan hati perempuan menjadi simbol kekuatannya, sedangkan bagi lelaki, pencarian hidup dengan pengembaraan menjadi ciri khas kelelakiannya.
Namun, keduanya sama-sama tak terhindarkan dari kesepian. Pembahasan lebih lanjut tentang hal ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi pemahaman menyeluruh watak puisi-puisi Rendra, khususnya yang berhubungan dengan lelaki dan perempuan.
Puisi-puisi dalam Sajak-Sajak Dua Belas Perak, yang seluruhnya berjumlah dua puluh, mempunyai warna yang lebih beragam. Ada yang bercerita tentang Kenangan dan Kesepian ketika senjata baja yang “menikam diri dari belakang” mengingatkan sang narator pada “langit di desa”, “sawah”, dan “bambu”.
Beberapa sajak membicarakan orang-orang lanjut usia. Nenek yang Tersia Bersunyi Diri bercerita tentang seorang nenek yang merasa sepi karena ditinggalkan orang-orang dekatnya (entah anak-anaknya atau saudara-saudarinya). Begitu sunyinya hidup si nenek tua itu hingga sapaan seorang bocah mampu mengubah perasaan hati menjadi teduh dan berbunga! Seorang nenek yang menemui ajal diceritakan dalam Nenek Kebayan. Nenek yang sudah lupa pada kenangan masa lampau dan sudah jemu pada hari-hari depan begitu nelangsa karena “hidup yang tinggal diisi tidur dan bubur” dan “sudah itu sepi pada dada terbujur” tak juga kunjung usai. Namun, beruntung ia kedatangan tamu malam itu. Seorang “hitam” mengetuk “pintu/dada”-nya. Disambutnya “tamu budiman” itu dan “hilang”-lah sudah esok si Nenek Kebayan.
Isu sosial juga coba diangkat dalam antologi ini, antara lain: Anggur Darah, Mega Putih, dan Pelarian Sia-Sia. Beberapa isu yang diangkat adalah kekerasan. Anggur Darah menceritakan seorang panglima yang berusaha memenuhi hasrat kelelakiannya, meneguk darah “cuma buat tanda megah gagah”. Mega Putih bercerita tentang hilangnya perlindungan terhadap perjuangan yang belum berakhir, sedangkan Pelarian Sia-Sia berbicara tentang masa depan yang tak teraba karena masa lalu yang hitam. Semua sajak sosial disampaikan secara liris. Cara penyampaian ini memberi kesan kemarahan yang terpendam dan kian membesar. Sajak-sajak Rendra yang bertemakan isu sosial dalam Empat Kumpulan Sajak merupakan cikal-bakal sajak-sajak protes yang lebih melambungkan namanya. Kumpulan sajak itu terangkum dalam Blues untuk Bonnie (1971), Sajak-sajak Sepatu Tua (1972), Potret Pembangunan dalam Puisi (1983).
Di sajak Ciliwung yang Manis dalam sub bab Jakarta, penggambaran hidup orang pinggiran disinggung dengan alunan lirik yang elegan. Berikut sajak lengkapnya:
Ciliwung mengalir
Dan menyindir gedung-gedung kota Jakarta
Kerna tiada bagai kota yang papa itu
Ia tahu siapa bundanya.
Ciliwung bagai lidah terjulur
Ciliwung yang manis tunjukkan lenggoknya.
Dan Jakarta kecapaian
Dalam bisingnya yang tawar
Dalamnya berkeliaran wajah-wajah yang lapar
Hati yang berteriak karena sunyinya.
Maka segala sajak
Adalah terlahir karena nestapa
Kalau pun bukan
Adalah dari yang sia-sia
Ataupun ria yang karena papa.
Ciliwung bagai lidah terjulur
Ciliwung yang manis tunjukkan lengoknya.
Ia ada hati di kandungnya
Ia ada nyanyi di hidupnya,
Hoi, geleparnya anak manja!
Dan bulan bagai perempuan tua
Letih dan tak diinfahkan
Menyebut langkahnya atas kota.
Dan bila ia layangkan pandangnya ke Ciliwung
Kali yang manis membalas menatapnya!
Hoi! Hoi!
Ciliwung bagai lidah terjulur
Ciliwung yang manis tunjukkan lenggoknya.
Teman segala orang miskin
Timbunan rindu yang terperam
Bukan bunga tapi bunga.
Begitu kali bernyanyi meliuk-liuk
Dan Jakarta disinggung dengan pantatnya.
Sajak di atas merupakan sajak yang “berhasil” melepaskan diri dari citra-citra pedesaan yang mendominasi keseluruhan sajak, melepaskan diri dari metafora yang berlebihan, dan yang penyajian lirisnya terasa mengalirkan pikir seperti sungai Ciliwung yang mengalirkan beban-beban manusia-urban-miskin di kiri dan kanannya.
Sungai Ciliwing yang Manis merupakan kontemplasi diri penyair menangkap fenomena lahiriah di sekitarnya dan yang tersaji secara jujur dan tidak hiperbolik. Tidak seperti kebanyakan sajak Rendra yang lebih nikmat ketika dideklarasikan, puisi ini, meskipun terlihat sangat sederhana dan begitu nyata dan begitu dekat realita yang diambilnya, memberikan ruang pengahayatan pencarian makna yang lebih “dalam” – yaitu pemaparan yang tidak hanya membuat menganga pendengar (pembaca) mengagumi hentakan pengandaian citra-citra dalam sajak, tetapi juga menghadirkan simpati dan menggelitik tindak lanjut pembaca untuk secara “halus” dan “liris” memahami realita.
Di sini, penyair juga berusaha mengungkapkan posisi sajak-sajaknya: Maka segala sajak/Adalah terlahir karena nestapa/Kalau pun bukan/Adalah dari yang sia-sia/Ataupun ria yang karena papa. Sajak-sajak yang terlahir dari kondisi yang demikianlah yang akan disebut sajak-protes.
Penelusuran elemen-elemen intrinsik, yang tak lengkap, tak panjang, dan tak dalam di atas, tentu saja tidak akan memberi kepuasan dalam menjembatani pemahaman atas sajak-sajak Rendra dalam kumpulan ini.
Dibutuhkan perspektif yang berbeda untuk membaca dan memahami sebuah karya sastra, misalnya, dari biografi penyair, keadaan sosial masyarakat, dan dari kerangka politik yang melingkupinya. Sangat diperlukan analisis yang dalam dan komprehensif, seperti yang pernah dilakukan dengan sangat teliti oleh Subagio Sastrowardoyo, untuk mendekati karya-karya Rendra dan untuk tidak mengekalkan mitos tentang seorang Rendra dalam untaian sejarah kesusastraan Indonesia.